Rabu, 08 Desember 2010

POKOK-POKOK BAHASAN TAFSIR


Problematik Tafsir
Al-Quran pada hakikatnya menempati posisi sentral dalam studi-studi keislaman. Di samping berfungsi sebagai huda (petunjuk), Al-Quran juga berfungsi sebagai furqan (pembeda). Ia menjadi tolok ukur dan pembeda antara kebenaran dan kebatilan, termasuk dalam penerimaan dan penolakan setiap berita yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw.
Keberadaan Al-Quran di tengah-tengah umat Islam, ditambah dengan keinginan mereka untuk memahami petunjuk dan mukjizat-mukjizatnya, telah melahirkan sekian banyak disiplin ilmu keislaman dan metode-metode penelitian. Ini dimulai dengan disusunnya kaidah-kaidah ilmu nahwu oleh Abu Al-Aswad Al-Dualiy, atas petunjuk 'Ali ibn Abi Thalib (w. 661 M), sampai dengan lahirnya ushul al fiqh oleh Imam Al-Syafi'i (767-820 M), bahkan hingga kini, dengan lahirnya berbagai metode penafsiran Al-Quran (yang terakhir adalah metode mawdhuiy atau tawhidiy).
Di sisi lain, terdapat kaum terpelajar Muslim yang mempelajari berbagai disiplin ilmu. Ini antara lain didorong keinginan untuk memahami petunjuk; informasi dan mukjizat Al-Quran. Karena Al-Quran berbicara tentang berbagai aspek kehidupan serta mengemukakan beraneka ragam masalah, yang merupakan pokok-pokok bahasan berbagai disiplin ilmu, maka kandungannya tidak dapat dipahami secara baik dan benar tanpa mengetahui hasil-hasil penelitian dan studi pada bidang-bidang yang dipaparkan oleh Al-Quran.
Syaikh Muhammad 'Abduh menegaskan --sebagaimana ditulis oleh muridnya, Rasyid Ridha-- dalam Muqaddimah Tafsir Al-Manar: "Saya tidak mengetahui bagaimana seseorang dapat menafsirkan firman Allah SWT, yang berbunyi 'Kana al-nas ummah wahidah' (QS 2:213), kalau dia tidak mengetahui keadaan umat manusia dan sejarahnya (sejarah dan sosiologi)." Tentunya pernyataan ini berlaku pula dalam hubungannya dengan ayat yang berbicara tentang astronomi, embriologi, ekonomi, dan sebagainya.
Begitu juga dengan pembuktian tentang mukjizat Al-Quran. Dalam hal ini, sungguh tepat penegasan Malik bin Nabi, pemikir Muslim kontemporer asal Aljazair itu, bahwa "Tidak seorang Muslim pun dewasa ini --lebih-lebih yang bukan dari negara-negara berbahasa Arab-- yang dapat memahami kemukjizatan Al-Quran dengan membandingkan satu ayat dengan sepenggal kalimat berbentuk prosa atau puisi pra-Islam."
Penegasan tersebut berarti tidak seorang pun dewasa ini yang dapat merasakan secara sempurna keindahan bahasa Al-Quran --yang merupakan salah satu mukjizatnya-- sejak lunturnya kemampuan dan rasa kebahasaan orang-orang Arab sendiri. Dan karena itu, kata Malik lebih jauh, harus diupayakan untuk mencari pembuktian lain yang sesuai. Untuk maksud tersebut, ia telah mencoba dalam bukunya, Le Phenomena Quranic, melalui pendekatan sejarah agama.
Apa yang dilukiskan di atas menjadi salah satu bukti betapa pentingnya. studi tentang Al-Quran. Akhirnya, walaupun bukan yang terakhir, kenyataan menunjukkan bahwa seluruh kelompok dan atau aliran yang berpredikat Islam, selalu merujuk kepada Al-Quran (dan hadis), baik ketika menarik ide-ide maupun ketika mempertahankannya. Semua itu membuktikan bahwa Al-Quran menempati posisi sentral dalam studi-studi keislaman.
Baiklah kita mengemukakan satu contoh. Dewasa ini tidak seorang pakar atau ulama pun menolak ide dasar pendapat yang menyatakan bahwa metode ma'tsur, yakni memahami atau menafsirkan ayat Al-Quran dengan ayat yang lain atau dengan hadis-hadis Nabi Muhammad saw. dan pendapat para sahabat sebagai metode tafsir terbaik. Masalahnya, yang dikandung oleh pendapat di atas tidak luput dari kekurangan yang masih memerlukan pemikiran yang serius.
Pertanyaan-pertanyaan yang dapat muncul, sehubungan dengan metode tafsir ini, antara lain adalah: Siapa yang berwewenang menetapkan bahwa ayat A ditafsirkan oleh ayat B? Apakah hanya Rasulullah saw. sendiri, atau para sahabat, bahkan atau juga ulama-ulama sesudahnya, misalnya Al-Thabari dan Ibnu Katsir? Apa kriteria yang harus dikandung oleh masing-masing ayat untuk maksud tersebut? Dan banyak pertanyaan lain. Kesemuanya masih memerlukan jawaban atau penjelasan yang konkret, karena --kalau tidak-- dapat saja terjadi penafsiran ulama yang menggunakan ayat Al-Quran menempati posisi yang lebih tinggi daripada penafsiran Rasul saw. Ini menjadi masalah, sebab, bukankah para ulama terdahulu menyatakan bahwa peringkat tertinggi dari penafsiran adalah penafsiran ayat dengan ayat, baru kemudian disusul dengan penafsiran Rasulullah saw. (hadis), dan terakhir adalah penafsiran para sahabat? Ini merupakan salah satu contoh permasalahan masa lampau yang perlu diselesaikan.
Dewasa ini, cukup banyak tantangan yang dihadapi masyarakat Islam, bahkan umat manusia, yang menanti petunjuk pemecahannya. Ini harus diantisipasi. Sebab, bukankah kitab-kitab suci yang diturunkan oleh Allah berfungsi "memberi jalan keluar bagi perselisihan dan problem-problem masyarakat" (QS 2:213)? Umat Islam, melalui para pakarnya, dituntut untuk memfungsikan Al-Quran sebagaimana ditunjuk di atas; dan hal ini tidak mungkin dapat terlaksana tanpa pemahaman secara baik atas petunjuk-petunjuk kitab suci itu.

Pengertian dan Tujuan Pengajaran Tafsir
Berbagai definisi yang berbeda dikemukakan oleh para ahli tentang tafsir. Perbedaan tersebut pada dasarnya timbul akibat perbedaan mereka tentang ada tidaknya kaidah-kaidah yang dapat dijadikan patokan dalam memahami firman-firman Allah dalam Al-Quran. Satu pihak beranggapan bahwa kemampuan menjelaskan atau memahami firman-firman Allah itu bukanlah berdasarkan kaidah-kaidah tertentu yang bersumber dari ilmu-ilmu bantu, tetapi harus digali langsung dari Al-Quran berdasarkan petunjuk-petunjuk Nabi saw., dan sahabat-sahabat beliau. Pihak ini mendefinisikan tafsir sebagai "penjelasan tentang firman-firman Allah; atau apa yang menjelaskan arti dan maksud lafal-lafal Al-Quran". Bagi mereka, tafsir bukan suatu cabang ilmu.
Pihak lainnya yang berpendapat bahwa terdapat kaidah-kaidah tafsir, mengemukakan definisi yang dapat disimpulkan dalam formulasi berikut bahwa tafsir adalah "suatu ilmu yang membahas tentang maksud firman-firman Allah SWT, sesuai dengan kemampuan manusia".
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan perbedaan pendapat tersebut. Namun, yang jelas, pendapat pihak pertama memperberat tugas-tugas mufasir dalam menjelaskan atau menemukan tuntunan-tuntunan Al-Quran yang bersifat dinamis, disamping mempersulit seseorang yang ingin memperdalam pengetahuannya tentang Al-Quran dalam waktu yang relatif singkat. Inilah agaknya yang menjadi sebab mengapa definisi kedua lebih populer dan luas diterima oleh para pakar Al-Quran daripada definisi pertama.
Diakui oleh semua pihak bahwa materi-materi Tafsir dan ilmunya sedemikian luas, sehingga tidak mungkin akan dapat tercakup berapa pun jumlah alokasi waktu yang diberikan. "Al-Shina'ah thawilah wa al-'umr, gashir, " demikian kata Al-Zarkasyi dalam Al-Burhan fi 'Ulum Al-Qur'an.163
Di sisi lain, perkembangan ilmu ini dan keanekaragaman disiplinnya, menuntut para ahli agar bersikap sangat selektif dalam memilih matakuliah-matakuliah yang ditampung dalam satu kurikulum, suatu hal yang sering mengakibatkan pengasuh matakuliah tertentu merasa dirugikan atau disepelekan oleh penyusun kurikulum tersebut.
Kenyataan di atas mengantarkan kita untuk menekankan perlunya menetapkan terlebih dahulu tujuan pengajaran tafsir di IAIN.
Tujuan yang dimaksud di atas bukannya tujuan akhir yang ideal dari suatu pendidikan yang kemudian diturunkan menjadi tujuan kurikuler sampai kepada tujuan instruksional, tetapi terbatas hanya pada bidang kognitif tanpa mempermasalahkan segi afektif dan psikomotorik kehidupan peserta didik.
Hemat penulis, pengajaran tafsir di perguruan tinggi seyogianya tidak ditekankan pada pemahaman kandungan makna suatu ayat, atau pemberian ide tentang suatu masalah dalam bidang disiplin ilmu, tetapi melampaui hal tersebut, yaitu dengan memberi mereka kunci-kunci yang kelak dapat mengantarkannya untuk memahami Al-Quran serta kandungannya secara mandiri.
Jika itu yang menjadi tujuan pengajaran tafsir, maka materi ayat-ayat yang dipilih, atau masalah-masalah ilmu tafsir yang diajarkan, (mesti) tidak lagi menitikberatkan pada kandungan arti suatu ayat atau masalah tertentu, satu hal yang selama ini telah mengakibatkan tumpang-tindihnya permasalahan tersebut dengan disiplin ilmu lain yang juga memilih masalah yang sama. Pemilihan hendaknya lebih banyak didasarkan pada cakupan kunci-kunci pemahaman yang dapat mengantarkan peserta didik kepada tujuan yang dimaksud.

Pokok Bahasan Tafsir
Kalau kita menoleh kepada materi Ilmu Tafsir atau 'Ulum Al-Qur'an sebagaimana dipaparkan oleh Al-Zarkasyi dalam Al-Burhan, maka akan ditemukan 47 pokok bahasan, tidak termasuk di dalamnya materi tafsir dan pengenalan terhadap kitab-kitab tafsir, yang sebagian uraian tentangnya, sebagaimana diakui oleh Al-Zarkasyi sendiri, belum memadai.
Hemat penulis, secara garis besar, terdapat sekian banyak pokok bahasan tafsir yang harus diketahui oleh seluruh mahasiswa IAIN, apa pun nama komponen matakuliahnya. Pokok bahasan itu antara lain:
1. Pengenalan terhadap Al-Quran
Pokok bahasan ini hendaknya mencakup: (a) persoalan wahyu, pembuktian adanya serta macam-macamnya; (b) Al-Quran dan kedudukannya dalam syariat (agama) Islam; (c) garis-garis besar kandungannya (dengan penekanan bahwa Al-Quran tidak mencakup seluruh persoalan ilmu maupun agama); (d) Al-Quran sebagai petunjuk dan mukjizat; (e) otentisitas Al-Quran (tinjauan historis); (f) batas-batas keterlibatan peranan Nabi Muhammad dalam Al-Quran; dan (g) sistematika perurutan ayat dan surat-suratnya.
Dengan mengetahui masalah-masalah di atas, peserta didik diharapkan dapat mengenal Al-Quran secara sederhana tetapi utuh.
2. Pengenalan terhadap Beberapa Pokok Bahasan Ilmu Tafsir
Pokok bahasan ini mencakup: (a) arti tafsir dan ta'wil; (b) tafsir, sejarah dan kepentingannya; (c) asbab al-nuzul; (d) al-munasabat (korelasi antar ayat); (e) al-muhkam dan al-mutasyabih; (f) sebab-sebab kekeliruan dalam menafsirkan Al-Quran; (g) corak dan aliran-aliran tafsir yang populer; dan (h) sebab-sebab perbedaan corak penafsiran.
Dengan mengetahui masalah-masalah di atas, peserta didik diharapkan dapat mengetahui, secara umum, permasalahan tafsir, kesukaran dan kemudahannya, serta syarat-syarat yang dibutuhkan untuk menafsirkan ayat-ayat Al-Quran.
Selanjutnya, sebagaimana dikemukakan di atas, pemilihan materi pengajaran hendaknya lebih ditekankan pada cakupan materi tersebut pada kunci-kunci yang dapat mengantarkannya secara mandiri untuk memahami kandungan Al-Quran. Atas dasar pertimbangan tersebut, dapat kiranya dikemukakan di sini beberapa pokok bahasan yang dapat menunjang tercapainya tujuan yang dimaksud. Materi-materi yang disebutkan berikut dapat dibagi sesuai dengan alokasi waktu yang tersedia.

Materi 'Ulum Al-Quran
Materi-materi 'ulum Al-Qur'an dapat dibagi dalam empat komponen: (1) pengenalan terhadap Al-Quran; (2) kaidah-kaidah tafsir; (3) metode-metode tafsir; dan (4) kitab-kitab tafsir dan para mufasir.

Pengenalan terhadap Al-Quran
Komponen ini mencakup, (a) sejarah Al-Quran, (b) rasm Al-Quran, (c) i'jaz Al-Quran, (d) munasabat Al-Quran, (e) qishash Al-Quran, (f) jadal Al-Quran, (g) aqsam Al-Quran, (h) amtsal Al-Quran, (i) naskh dan mansukh, (j) muhkam dan mutasyabih, dan (k) al-qira'ah.

Kaidah-kaidah Tafsir
Komponen ini mencakup: (a) ketentuan-ketentuan yang harus diperhatikan dalam menafsirkan Al-Quran, (b) sistematika yang hendaknya ditempuh dalam menguraikan penafsiran, dan (c) patokan-patokan khusus yang membantu pemahaman ayat-ayat Al-Quran, baik dari ilmu-ilmu bantu seperti bahasa dan ushul fiqh, maupun yang ditarik langsung dari penggunaan Al-Quran. Sebagai contoh dapat dikemukakan kaidah-kaidah berikut: (1) kaidah ism dan fi'il, (2) kaidah ta'rif dan tankir, (3) kaidah istifham dan macam-macamnya, (4) ma'ani al-huruf seperti 'asa, la'alla, in, idza, dan lain-lain, (5) kaidah su'al dan jawab, (6) kaidah pengulangan, (7) kaidah perintah sesudah larangan, (8) kaidah penyebutan nama dalam kisab, (9) kaidah penggunaan kata dan uslub Al-Quran, dan lain-lain.

Metode-metode Tafsir
Komponen ini mencakup metode-metode tafsir yang dikemukakan oleh para ulama mutaqaddim dengan ketiga coraknya: al-ra'yu, al-ma'tsur, dan al-isyari, disertai penjelasan tentang syarat-syarat diterimanya suatu penafsiran serta metode pengembangannya; dan mencakup juga metode-metode mutaakhir dengan keempat macamnya: tahliliy, ijmaliy, muqarin, dan mawdhu'iy.

Kitab-kitab Tafsir dan Para Mufasir
Komponen ini mencakup pembahasan tentang kitab-kitab tafsir baik yang lama maupun yang baru, yang berbahasa Arab, Inggris, atau Indonesia, dengan mempelajari biografi, latar belakang, dan kecenderungan pengarangnya, metode dan prinsip-prinsip yang digunakan, serta keistimewaan dan kelemahannya.
Pemilihan kitab atau pengarang disesuaikan dengan berbagai corak atau aliran tafsir yang selama ini dikenal, seperti corak fiqhiy, shufiy, 'ilmiy, bayan, falsafiy, adabiy, ijtima'iy, dan lain-lain.

Materi Tafsir
Sebagaimana dikemukakan di atas, pemilihan materi ayat-ayat di samping berdasarkan kandungannya, juga, dan yang terutama, peranannya dalam menunjang pemahaman materi-materi 'ulum Al-Quran, baik untuk pemahaman lebih dalam tentang Al-Quran, maupun contoh-contoh penerapan kaidah-kaidah tafsir dan metode-metodenya.
Sebagai contoh dapat dikemukakan materi ayat-ayat berikut, yang mendukung berbagai materi 'ulum Al-Quran: (1) Kisah: Al-Kahfi ayat 9-26 (ashhab al-kahfi), 83-101 (Dzu Al-Qarnain); Al-Qalam ayat 18-33 (ashhab Al-Jannah); (2) Jidal: Saba' ayat 24-7; Al-Hajj ayat 8-10 (etika berdiskusi); (3) Amtsal: Al-Nur ayat 45; Al-Baqarah ayat 261-5; (4) Aqsam: Al-'Ashr dan Al-Dhuha, (5) pengulangan ism: Al-Insyirah ayat 5-6; (6) Al-Nakirah fi Siyaq Al-Nafi: Yunus ayat 107; dan lain-lain.

Catatan kaki
163 Badruddin Al-Zarkasyi, Al-Burhan fi 'Ulum Al-Quran, Al-Halabi, Mesir, 1957, Jilid 1, h. 12. Artinya, "ilmu pengetahuan amat luas, sedangkan usia itu pendek".

MEMBUMIKAN AL-QURAN
Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat
Dr. M. Quraish Shihab
Penerbit Mizan, Cetakan 13, Rajab 1417/November 1996
Jln. Yodkali 16, Bandung 40124
Telp. (022) 700931 - Fax. (022) 707038
mailto:mizan@ibm.net

KETAWA YUK......HA...HA..HA..HA..


St 12 punya "ISABELLA",9 band punya "HAFIZAH",Five minutes pnya "AISYAH"Irwansyah punya "CAMELIA"Kangen band pny "YOLANDA"...Tpi cuma Wali yg lagi sibuk "CARI JODOH"
stlh dislidiki ternyata penyebab meledak'y gas elpiji 3kg dikarenakan tabung gas trsebut berwarna hijau, coba ajh dilagu balonku yg pertama meledak adlh balon hijau
hehehe

3 senjata paling mematikan di dunia..
1. Amerika - Bom Atom
2. Iran - Nuklir
3. Indonesia - Gas Elpiji 3kg

Hai orang2 beriman janganlah kmu meminum minuman keras!!Karna it adlahminuman setan & jika kmu truz meminumny, nanti setanny minumap???Hehehe

Jumat, 26 November 2010

Tugas Tafsir Kelas XII Agama


Assalamu'alaikum,
kemukakan jawaban anda untuk pertanyaan berikut:
1. Apa pengertian tafsirbil ma’tsur?
2. Apa pengertian tafsir bir ra’yi?
3. Apa perbedaan antara tafsir bil ma'tsur dan tafsir bir ra'yi?
4. Berikan contoh kitab tafsir yang menggunakan metode tafsir bil ma’tsur dan metode tafsir bir ra’yi? 

jawaban silahkan di ketik pada "KOMENTAR"  dibawah postingan ini klik "Komentar" kemudian akan muncul kolom isian, lalu tuliskan jawaban anda pada kolom tersebut. atau kirimkan jawaban pada facebook atau langsung aja balik cara lama "tulis di kertas, kumpulin dech"

Tugas Tafsir Kelas XII Agama

Tugas Quran Hadits Kelas X RMBI

assalamu'alaikum, 
berikan komentar anda pada pernyataan berikut:
1. Dalam surat Ali-Imran:159, Allah telah memerintahkan kepada kita untuk bermusyawarah, namun diungkapkan ada tiga sifat dan sikap yang diperintahkan kepada kita untuk dilaksanakan sebelum mengadakan musyawarah, jelaskan sifat/sikap tersebut? (skor 40)
2. Kemukakan 3 alasan mengapa umat Islam menerima Demokrasi dan 3 alasan mengapa umat Islam menolak Demokrasi? (skor 60)

silahkan tuliskan jawaban anda pada "comment" di bawah posting ini! jangan lupa cantumkan nama anda. ok
jawaban bisa di kirim melalui "message" facebook. setelah mengirimkan jawaban silahkan konfirmasi ke saya melalui 085268065280 atau ketemu langsung aja di sekolah hehehehe.....
wassalam

Rabu, 24 November 2010

Bukti Bahwa Al-Qur’an Benar-benar Otentik

beberapa kelas yang saya masuki dan pernah saya ajukan pertanyaan yang sama, untuk membuktikan keotentikan kitab Al-Qur’an yang saat ini mereka baca, satupun tak ada yang dapat membuktikannya. Bukti yang secara logis bisa diterima baik oleh kalangan muslim maupun non-muslim atau mu’allaf yang baru saja mengenal Al-Qur’an. Beberapa orang siswa mencoba memberikan jawaban dengan memberikan dalil naqly dari ayat maupun hadits yang menyatakan bahwa Al-Qur’an memang asli/otentik. Sebenarnya saya sudah mengenal dalil tersebut, tapi bagaimana jika mereka berhadapan dengan orang yang baru mengenal Islam. tentu saja mereka akan diam termangu mendengarkan dalil yang dengan fasih dibacakan, akan tetapi apakah dengan cara itu bisa membuat mereka lebih yakin dengan Al-Qur’an. jawabannya bisa ya, bisa juga tidak. Akan tetapi pembaca budiman, postingan saya kali ini akan menguraikan sedikit tentang bukti keotentikan al-qur’an yang secara sederhana dapat dipahami oleh siapapun bahkan oleh orang mu’allaf atau non-muslim yang sama sekali belum mengenal al-qur’an sebelumnya.
(pertama) saya meminta beberapa orang siswa yang berasal dari daerah yang berbeda-beda, satu orang berasal dari jawa dan sehari-hari bercakap-cakap dirumah dengan menggunakan bahasa jawa. satu lagi siswa berasal dari sumatera utara yang sehari-hari menggunakan bahasa batak, yang satu lagi siswa berasal dari sumatera barat yang sehari-hari dirumahnya menggunakan bahasa padang, ditambah satu siswa lagi yang berasal dari sulawesi selatan yang sehari-hari menggunakan bahasa makasar. keempat siswa tersebut diminta maju kedepan kelas untuk bersama-sama membaca surat Al-fatihah dan surat al-ikhlas, keempat siswa mulai membaca ayat satu persatu. anehnya, meski bahasa ibu yang mereka gunakan berbeda-beda akan tetapi ketika mereka membaca ayat al-qur’an bunyinya sama. itu artinya, semua umat manusia di belahan bumi manapun mereka berada, ketika membaca salah satu ayat al-qur’an maka bunyinya akan sama. hal ini membuktikan bahwa al-qur’an benar-benar otentik, ia dibaca oleh semua umat manusia sepanjang zaman secara turun-temurun dengan menggunakan bahasa Arab dan cara membacanya juga sama sepanjang zaman. sehingga Al-Qur’an ini menjadi lestari, ditambah banyaknya penghafal/huffadz al-qur’an dari tahun-ketahun akan memperkuat kemurnian al-qur’an yang telah diwariskan oleh Nabi Muhammad SAW kepada kita.
(kedua) siswa diminta untuk menyimak penjelasan tentang keindahan syair-syair al-Qur’an, keindahan surat al-ikhlas yang kalimat-kalimatnya diakhiri dengan huruf baa’…seperti syair-syair pantun. akan tetapi makna surat tersebut sangat tegas. lalu semua siswa diminta untuk menyiapkan alat tulis dan memulai tugas mereka untuk membuat satu ayat saja dengan berbahasa Indonesia tetapi kenyataannya…tidak satu orang pun ada yang mampu menciptakan ayat yang indah seindah al-qur’an. hal ini menunjukkan bahwa al-qur’an adalah murni wahyu Allah dan bukan karangan Muhammad SAW. sebab terbukti tidak satupun siswa yang mampu membuat ayat seindah al-qur’an.
para pembaca budiman,…terimakasih telah dengan setia menyimak bacaan dan tulisan ini semoga bacaan ini bermanfaat bagi kita semua amiin.

Bukti Bahwa Al-Qur’an Benar-benar Otentik

Apakah Al-Qur'an yang Anda Baca Saat ini Benar-benar Otentik?

aslm, pa kabar para pembaca? saya yakin semua pasti dalam keadaan sehat kan? saya senang sekali anda telah mengunjungi blog ini. saya ingin berdiskusi dengan anda, siapa tau anda punya jawaban yang lebih tepat untuk menjawab pertanyaan yang menggelitik keimanan kita. Al-Qur’an adalah kitab yang kita jadikan sebagai pedoman dalam kehidupan kita. permasalahan muncul saat diskusi bersama siswa tentang keotentikan Al-Qur’an. benarkah Al-Qur’an yang kita baca sekarang masih otentik? lalubagaimana kita membuktikannya secara ilmiah apabila benar bahwa Al-Qur’an yang kita baca saat ini benar-benar asli seperti yang diturunkan kepada Nabi Muhammad kurang lebih 1500 tahun yang lalu?

Apakah Al-Qur'an yang Anda Baca Benar-benar Otentik?

Apakah Al-Qur'an yang Anda Baca Benar-benar Otentik?

Apakah Al-Qur'an yang Anda Baca Saat ini Benar-benar Otentik?

aslm, pa kabar para pembaca? saya yakin semua pasti dalam keadaan sehat kan? saya senang sekali anda telah mengunjungi blog ini. saya ingin berdiskusi dengan anda, siapa tau anda punya jawaban yang lebih tepat untuk menjawab pertanyaan yang menggelitik keimanan kita. Al-Qur’an adalah kitab yang kita jadikan sebagai pedoman dalam kehidupan kita. permasalahan muncul saat diskusi bersama siswa tentang keotentikan Al-Qur’an. benarkah Al-Qur’an yang kita baca sekarang masih otentik? lalubagaimana kita membuktikannya secara ilmiah apabila benar bahwa Al-Qur’an yang kita baca saat ini benar-benar asli seperti yang diturunkan kepada Nabi Muhammad kurang lebih 1500 tahun yang lalu?

Lihatlah....bagaimana Allah menciptakan manusia

bersujud kepada Allah merupakan kesyukuran kita akan ciptaanNya yang sungguh luar biasa.
dalam surat Al-Mu’minun ayat 12-16 Allah telah memaparkan proses penciptaan manusia secara ilmiah yang baru dibuktikan manusia pada abad modern, padahal Allah telah menjelaskan hal tersebut kurang lebih 1500 tahun yang lalu sebelum ilmu kedokteran, ilmu biologi, dan ilmu hayati ditemukan manusia. lalu…mengapa mereka (orang kafir) masih menyangkal kebenaran Al-qur’an sebagai petunjuk bagi umat manusia?! saksikan video berikut:

12.  Dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah.
13.  Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).
14.  Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.
15.  Kemudian, sesudah itu, Sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan mati.
16.  Kemudian, Sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan (dari kuburmu) di hari kiamat.
video tadi membuktikan kebenaran ayat di atas secara ilmiah.

Demokrasi Dalam Pandangan Islam


Pertanyaan: 
APAKAH SISTEM DEMOKRASI HARAM?
Apakah Demokrasi haram?
Apakah dizaman rosululloh ada sistem demokrasi?

Umat Islam seringkali kebingungan dengan istilah demokrasi. Di saat yang sama, demokrasi bagi sebagian umat Islam sampai dengan hari ini masih belum diterima secara bulat. Sebagian kalangan memang bisa menerima tanpa reserve, sementara yang lain, justeru bersikap ekstrem. Menolak bahkan mengharamkannya sama sekali. Tak sedikit sebenarnya yang tidak bersikap sebagaimana keduanya. Artinya, banyak yang tidak mau bersikap apapun.Kondisi ini dipicu dengan banyak dari kalangan umat Islam sendiri yang kurang memahami bagaimana Islam memandang demokrasi.  Di bawah ini, ada tulisan menarik tentang demokrasi dalam perspektif Islam. Tulisan ini sendiri berasal dari http://www.syariahonline.com/new_index.php/id/7/cn/19725. Demokrasi adalah sebuah tema yang banyak dibahas oleh para ulama dan intelektual Islam. Untuk menjawab dan memosisikan demokrasi secara tepat kita harus terlebih dahulu mengetahui prinsip demokrasi berikut pandangan para ulama tentangnya.
Prinsip Demokrasi
Menurut Sadek, J. Sulaymân, dalam demokrasi terdapat sejumlah prinsip yang menjadi standar
baku. Di antaranya:
• Kebebasan berbicara setiap warga negara.
• Pelaksanaan pemilu untuk menilai apakah pemerintah yang berkuasa layak didukung kembali atau harus diganti.
• Kekuasaan dipegang oleh suara mayoritas tanpa mengabaikan kontrol minoritas
• Peranan partai politik yang sangat penting sebagai wadah aspirasi politik rakyat.
• Pemisahan kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
• Supremasi hukum (semua harus tunduk pada hukum).
• Semua individu bebas melakukan apa saja tanpa boleh dibelenggu.Pandangan Ulama tentang Demokrasi
Al-Maududi
Dalam hal ini al-Maududi secara tegas menolak demokrasi. Menurutnya, Islam tidak mengenal paham demokrasi yang memberikan kekuasaan besar kepada rakyat untuk menetapkan segala hal. Demokrasi adalah buatan manusia sekaligus produk dari pertentangan Barat terhadap agama sehingga cenderung sekuler. Karenanya, al-Maududi menganggap demokrasi modern (Barat) merupakan sesuatu yang berssifat syirik. Menurutnya, Islam menganut paham teokrasi (berdasarkan hukum Tuhan). Tentu saja bukan teokrasi yang diterapkan di Barat pada abad pertengahan yang telah memberikan kekuasaan tak terbatas pada para pendeta.Mohammad Iqbal
Kritikan terhadap demokrasi yang berkembang juga dikatakan oleh intelektual
Pakistan ternama M. Iqbal. Menurut Iqbal, sejalan dengan kemenangan sekularisme atas agama, demokrasi modern menjadi kehilangan sisi spiritualnya sehingga jauh dari etika. Demokrasi yang merupakan kekuasaan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat telah mengabaikan keberadaan agama. Parlemen sebagai salah satu pilar demokrasi dapat saja menetapkan hukum yang bertentangan dengan nilai agama kalau anggotanya menghendaki. Karenanya, menurut Iqbal Islam tidak dapat menerima model demokrasi Barat yang telah kehilangan basis moral dan spiritual. Atas dasar itu, Iqbal menawarkan sebuah konsep demokrasi spiritual yang dilandasi oleh etik dan moral ketuhanan. Jadi yang ditolak oleh Iqbal bukan demokrasi an sich. Melainkan, prakteknya yang berkembang di Barat. Lalu, Iqbal menawarkan sebuah model demokrasi sebagai berikut:
- Tauhid sebagai landasan asasi.
- Kepatuhan pada hukum.
- Toleransi sesama warga.
- Tidak dibatasi wilayah, ras, dan warna kulit.
- Penafsiran hukum Tuhan melalui ijtihad.Muhammad Imarah
Menurut beliau Islam tidak menerima demokrasi secara mutlak dan juga tidak menolaknya secara mutlak. Dalam demokrasi, kekuasaan legislatif (membuat dan menetapkan hukum) secara mutlak berada di tangan rakyat. Sementara, dalam sistem syura (Islam) kekuasaan tersebut merupakan wewenang Allah. Dialah pemegang kekuasaan hukum tertinggi. Wewenang manusia hanyalah menjabarkan dan merumuskan hukum sesuai dengan prinsip yang digariskan Tuhan serta berijtihad untuk sesuatu yang tidak diatur oleh ketentuan Allah.
Jadi, Allah berposisi sebagai al-Syâri’ (legislator) sementara manusia berposisi sebagai faqîh (yang memahami dan menjabarkan) hukum-Nya.
Demokrasi Barat berpulang pada pandangan mereka tentang batas kewenangan Tuhan. Menurut Aristoteles, setelah Tuhan menciptakan alam, Diia membiarkannya. Dalam filsafat Barat, manusia memiliki kewenangan legislatif dan eksekutif. Sementara, dalam pandangan Islam, Allah-lah pemegang otoritas tersebut. Allah befirman
Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam. (al-A’râf: 54).
Inilah batas yang membedakan antara sistem syariah Islam dan Demokrasi Barat. Adapun hal lainnya seperti membangun hukum atas persetujuan umat, pandangan mayoritas, serta orientasi pandangan umum, dan sebagainya adalah sejalan dengan Islam.
Yusuf al-Qardhawi
Menurut beliau, substasi demokrasi sejalan dengan Islam. Hal ini bisa dilihat dari beberapa hal. Misalnya:
- Dalam demokrasi proses pemilihan melibatkkan banyak orang untuk mengangkat seorang kandidat yang berhak memimpin dan mengurus keadaan mereka. Tentu saja, mereka tidak boleh akan memilih sesuatu yang tidak mereka sukai. Demikian juga dengan Islam. Islam menolak seseorang menjadi imam shalat yang tidak disukai oleh makmum di belakangnya.
- Usaha setiap rakyat untuk meluruskan penguasa yang tiran juga sejalan dengan Islam. Bahkan amar makruf dan nahi mungkar serta memberikan nasihat kepada pemimpin adalah bagian dari ajaran Islam.
- Pemilihan umum termasuk jenis pemberian saksi. Karena itu, barangsiapa yang tidak menggunakan hak pilihnya sehingga kandidat yang mestinya layak dipilih menjadi kalah dan suara mayoritas jatuh kepada kandidat yang sebenarnya tidak layak, berarti ia telah menyalahi perintah Allah untuk memberikan kesaksian pada saat dibutuhkan.
- Penetapan hukum yang berdasarkan suara mayoritas juga tidak bertentangan dengan prinsip Islam. Contohnya dalam sikap Umar yang tergabung dalam syura. Mereka ditunjuk Umar sebagai kandidat khalifah dan sekaligus memilih salah seorang di antara mereka untuk menjadi khalifah berdasarkan suara terbanyak. Sementara, lainnya yang tidak terpilih harus tunduk dan patuh. Jika suara yang keluar tiga lawan tiga, mereka harus memilih seseorang yang diunggulkan dari luar mereka. Yaitu Abdullah ibn Umar. Contoh lain adalah penggunaan pendapat jumhur ulama dalam masalah khilafiyah. Tentu saja, suara mayoritas yang diambil ini adalah selama tidak bertentangan dengan nash syariat secara tegas.
- Juga kebebasan pers dan kebebasan mengeluarkan pendapat, serta otoritas pengadilan merupakan sejumlah hal dalam demokrasi yang sejalan dengan Islam.
Salim Ali al-Bahnasawi
Menurutnya, demokrasi mengandung sisi yang baik yang tidak bertentangan dengan islam dan memuat sisi negatif yang bertentangan dengan Islam.
Sisi baik demokrasi adalah adanya kedaulatan rakyat selama tidak bertentangan dengan Islam. Sementara, sisi buruknya adalah penggunaan hak legislatif secara bebas yang bisa mengarah pada sikap menghalalkan yang haram dan menghalalkan yang haram. Karena itu, ia menawarkan adanya islamisasi demokrasi sebagai berikut:
- menetapkan tanggung jawab setiap individu di hadapan Allah.
- Wakil rakyat harus berakhlak Islam dalam musyawarah dan tugas-tugas lainnya.
- Mayoritas bukan ukuran mutlak dalam kasus yang hukumnya tidak ditemukan dalam Alquran dan Sunnah (al-Nisa 59) dan (al-Ahzab: 36).
- Komitmen terhadap islam terkait dengan persyaratan jabatan sehingga hanya yang bermoral yang duduk di parlemen.
Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konsep demokrasi tidak sepenuhnya bertentangan dan tidak sepenuhnya sejalan dengan Islam.
Prinsip dan konsep demokrasi yang sejalan dengan islam adalah keikutsertaan rakyat dalam mengontrol, mengangkat, dan menurunkan pemerintah, serta dalam menentukan sejumlah kebijakan lewat wakilnya.
Adapun yang tidak sejalan adalah ketika suara rakyat diberikan kebebasan secara mutlak sehingga bisa mengarah kepada sikap, tindakan, dan kebijakan yang keluar dari rambu-rambu ilahi.
Karena itu, maka perlu dirumuskan sebuah sistem demokrasi yang sesuai dengan ajaran Islam. Yaitu di antaranya:
1. Demokrasi tersebut harus berada di bawah payung agama.
2. Rakyat diberi kebebasan untuk menyuarakan aspirasinya
3. Pengambilan keputusan senantiasa dilakukan dengan musyawarah.
4. Suara mayoritas tidaklah bersifat mutlak meskipun tetap menjadi pertimbangan utama dalam musyawarah. Contohnya kasus Abu Bakr ketika mengambil suara minoritas yang menghendaki untuk memerangi kaum yang tidak mau membayar zakat. Juga ketika Umar tidak mau membagi-bagikan tanah hasil rampasan perang dengan mengambil pendapat minoritas agar tanah itu dibiarkan kepada pemiliknya dengan cukup mengambil pajaknya.
5. Musyawarah atau voting hanya berlaku pada persoalan ijtihadi; bukan pada persoalan yang sudah ditetapkan secara jelas oleh Alquran dan Sunah.
6. Produk hukum dan kebijakan yang diambil tidak boleh keluar dari nilai-nilai agama.
7. Hukum dan kebijakan tersebut harus dipatuhi oleh semua warga
Akhirnya, agar sistem atau konsep demokrasi yang islami di atas terwujud, langkah yang harus dilakukan:
- Seluruh warga atau sebagian besarnya harus diberi pemahaman yang benar tentang Islam sehingga aspirasi yang mereka sampaikan tidak keluar dari ajarannya.
- Parlemen atau lembaga perwakilan rakyat harus diisi dan didominasi oleh orang-orang Islam yang memahami dan mengamalkan Islam secara baik.
Wallahu a’lam bi al-shawab
Wassalamu alaikum wr.wb